Setelah Kemenangan Berlalu

Wah. Lama rasanya ngga pernah nulis di blog. setelah sekian lama cuma bales komen-komen saja, akhirnya rasa ingin menulis itu datang ladi, menghampiri, dan membuat jemari menari lincah diatas keyboard ini. Masih dalam suasana bulan syawal yang katanya adalah bulan kemenangan maka saya ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H, mohon ma’af lahir dan batin. 😀

Lalu pertanyaannya, sudahkah kita merasa menang? Hanya ada dua jawaban untuk pertanyaan ini, ya atau tidak. Namun, alasan dari jawaban itu tak terhingga jumlahnya. Ini bukan pertanyaan untuk Anda, melainkan saya bertanya kepada diri ini sendiri.

Setelah momen puasa ramadhan terlewati, selama sebulan penuh kita berpuasa, ada banyak hal yang aku dapatkan disana. Banyak sekali pelajaran berharga yang semoga saja bisa menginspirasi saya dan tentunya siapa saja yang membaca tulisan ini. Semoga saja.

Ramadhan tahun ini aku memulainya di tempat yang jauh dari rumah, jauh dari kosan, dan jauh dari kampus. Yup, di tempat KKT, tepatnya di desa Mrawan Kabupaten Jember. Alhamdulillah, walaupun jauh dari segalanya tapi disana banyak teman baru yang berasal dari berbagai fakultas lain di Universitas Jember. Awalnya sedih karena Ramadhan tahun ini tidak bersama keluarga, namun merekalah keluarga baru saat itu. Tentu saja momen disana tidak selalu kondusif seperti yang diharapkan, ada beberapa konflik antarteman yang walaupun itu agak menyakitkan tapi memberi sebuah pelajaran bahwa kita hidup di dunia ini harus saling memahami keberadaan seseorang agar mereka merasa dibutuhkan dalam sebuah kelompok. Pelajaran pertama.

Sebenernya ada banyak sekali cerita yang bisa ditulis, tapi karena lagi agak males ngetik, jadi yang paling diingat aja yang ditulis, hehe. Selanjutnya pengalaman waktu setelah lebaran. Wah. Disini juga banyak sekali. Yang paling berkesan itu saat mengunjungi seorang guru kelas 1 SD yang sekarang sudah tua renta dan Subhanallahnya beliau masih ingat sama murid-muridnya. Padahal sudah bertahun-tahun ngga ketemu dan dengan usianya yang sudah segitu beliau masih ingat, sungguh luarbiasa. Sisi menyedihkannya adalah tidak ada teman-teman SD ku dulu yang mengunjungi beliau, aku yang *mungkin* pertama mengunjunginya. Sampai-sampai beliau berterimakasih dan meminta aku datang lagi tahun depan. Hmm. InsyaAllah, Bu. Semoga saya masih diberi umur panjang untuk melakukan itu.

Cuplikan yang terakhir yang akan tertulis di posting ini adalah tentang kematian. Wuh, kelihatannya serem, tapi itu adalah tujuan akhir kita semua. Nah, ceritanya pas lebaran sudah merupakan agenda tahunan mengunjungi sanak saudara. Ada salah satu saudara yang sudah tua banget, lebih tua dari guru SD ku. Saudaraku itu adalah sepupu kakekku yang sudah mendahuluinya saat aku masih SD. Padahal setahun sebelumnya, beliau masih sehat bugar, bisa menyambut kami *aku dan keluarga* yang datang berkunjung ke rumahnya. Tapi tahun ini suasananya berbeda. Beliau tergeletak lemah di kamar tidurnya dengan kondisi yang bisa dibilang kurus. Sampai hanya selapis kulit yang melapisi tulangnya. Beliau sudah tidak ingat siapa dia, tidak ingat siapa kami, dan tidak bisa melakukan apapun. Benar-benar kembali seperti bayi. Yah, mungkin siklus hidup manusia itu seperti gunung, setelah mencapai puncak, dia akan turun perlahan dan pasti menjumpai kematian. So, mumpung masih muda, ayo kita perbanyak amal sebelum kita tak bisa berucap sepatah kata pun.

Alhamdulillah, sudah isi tulisan ini. Semoga ada manfaatnya, paling tidak untuk instropeksi diri saya sendiri. 😀 Selamat Pagi!